Belajar Ikhlas, Melepaskan, dan Meyakini Rencana Tuhan
Belajar untuk ikhlas dan menerima tentu bukan hal yang mudah. Bila saya boleh berkata jujur, ikhlas merupakan pelajaran terberat yang saya terima dalam hidup saya sampai detik ini (dibanding pelajaran mengenai self love, betrayal, dan self awareness yang saya alami beberapa waktu lalu). Mengatakan kita ikhlas sama dengan kita menyadari penuh bahwa kita telah melepas sesuatu—hal, benda, seseorang—dari hidup kita. Ikhlas bukan sekedar melupakan, namun ikhlas berarti merelakan dengan sepenuh hati bahwa apa yang mungkin selama ini kita genggam erat sudah seharusnya kita lepaskan, sekalipun di awal hati masih berat untuk merelakan.
Belajar Ikhlas dan Melepaskan |
Memahami makna let go dan detach dalam Melepaskan
Saya sempat keliru untuk memahami antara “Let go” dan
“detach” beberapa waktu lalu. Saya berpikir bahwa saya telah “Let go”, namun ternyata saya masih masuk pada fase “detach”.
Let go sama artinya dengan melepaskan seluruhnya—dari sisi emosi, pikiran, dan tindakan—sesuatu yang kita rasa sudah tidak bisa lagi dipertahankan dalam hidup kita. Seperti menggunting sebuah benang yang menjadi penghubung. Sedangkan “detach” lebih mengarah pada ‘pengalihan’, kita menyadari bahwa kita masih menginginkan hal tersebut dalam hidup kita, hati kita masih bertahan pada apa yang kita inginkan, namun kita mengarahkan emosi dan pemikiran kita pada hal lain (bisa pada kegiatan, hobby baru, atau berfokus pada diri sendiri).
Mudahnya detach
lebih mengarah pada pengalihan “energi”, like
you realized that you still bound to something, but you choose to not give your
energy into that. Ingat energi manusia juga berasal dari emosi dan pemikiran,
bukan hanya aksi atau tindakan.
Cara berlajar Ikhlas dan Melepaskan
Ketika saya berniat untuk melepas sesuatu dan menerima
dengan ikhlas, penghalang terbesar yang sering menjadi penghambat justru ego
manusia sendiri. Ego saya—yang muncul membawa rasa takut dan khawatir—membuat
saya selalu bertanya-tanya seperti “Bagaimana bila keputusanmu untuk melepas
adalah keputusan yang salah?”, atau
“Bagaimana bila sebenarnya kamu hanya membutuhkan sedikit waktu untuk
membuat semua bekerja sebagaimana mestinya?”, dan banyak pertanyaan lain yang
membuat hati ini mulai goyah untuk terus berjalan.
Namun dari sana saya memahami bahwa ego manusia yang muncul membawa rasa takut dan khawatir hanya merekam dari pengalaman—baik yang pernah kita alami sendiri, atau pengalaman yang kita lihat terjadi pada orang lain dan tidak ingin terjadi di hidup kita. Ego kita sebenarnya hanya ingin kita benar-benar memahami emosi yang kita rasakan, hal ini manusiawi, tetapi saya sadar bahwa keputusan tetap ada di tangan saya sendiri. Tentu banyak waktu yang saya habiskan seorang diri hingga saya benar-benar dapat mengenali kata hati saya yang sebenarnya.
The best way if you
want to know the difference between your ego and your intuitions, to know about
your true desire, is to deal and have a deep talk with your own self. Alone.
Saya banyak menghabiskan waktu seorang diri, saya menyadari bahwa kadang jawaban yang selama ini saya cari terdapat di dalam diri saya sendiri. Untuk ikhlas dan melepaskan, saya mulai dengan berdamai dengan ego saya dan menerima semua emosi yang saya rasakan. Saya belajar untuk berhenti bertanya 'mengapa' dan 'bagaimana', dan menerimanya sebagai fase yang perlu saya lewati dalam hidup ini.
Diperlukan keterbukaan dengan diri sendiri untuk membuat proses ini
lebih cepat berakhir. Bila “urusan” dengan diri sendiri sudah berhasil di
atasi, selanjutnya kita hanya perlu “Keep a faith”, yakin bahwa semesta akan
bekerja sebagaimana mestinya.
Saya belajar untuk percaya bahwa saya berada di mana saya
seharusnya berdiri sekarang, saya yakin bahwa saya ada pada posisi yang sudah
semestinya. im right where I belong. Sekalipun mungkin keputusan saya pada
akhirnya terasa salah, saya yakin proses tersebut tetap sesuatu yang perlu saya
lalui. Pemahaman ini berusaha saya tanamkan untuk membuat hati ini lebih kuat,
dan diri ini tetap waras.
“Tapi kan tidak
semudah itu! Ikhlas tidak mungkin mudah, ada aja yang rasanya menahan!”
Iya, siapa yang bilang mudah?
Maka dari itu, tak heran hadiahnya juga besar.
Ikhlas sangat sulit, melepaskan orang, harapan, prinsip, yang selama ini selalu kita genggam tidaklah mudah. Bahkan sekalipun saya telah berhadapan
dalam situasi ini beberapa kali, setelah
berhasil melewatinya dan melihat apa yang saya dapatkan setelah saya
“let go and release”—saya akan melewati fase dari awal, ketika saya berhadapan dengan kasus
lain yang kembali menuntut saya untuk ikhlas. Saya harus kembali berdamai
dengan ego saya, dan sekalipun sudah berdamai, akan ada masanya hati kembali
goyah—jadi ini bukan proses yang lurus, it’s
a life.
Tidak sekali saya bertanya-tanya pada diri saya “Saya tahu saya
seharusnya melepas, dan saya juga tahu
Tuhan menyiapkan sesuatu yang baik setelah ini, tetapi mengapa setiap saya dihadapkan pada kondisi baru yang
menuntut saya untuk ikhlas, rasanya tetap berat?”
Dari sana, mungkin kehidupan ingin kita belajar untuk menggenggam dan melepas, untuk mengajarkan manusia cinta kasih tanpa perlu memiliki, untuk membuat kita mengerti bahwa kita hanya bagian kecil dari semesta yang luas, ada saatnya kita hanya perlu melepaskan dan mempercayakannya semuanya pada rencana Tuhan.
Dan semua merupakan proses, Keep a faith yang sesungguhnya bukan hanya mengatakan percaya dan yakin ketika Anda masih tahu apa yang mungkin dapat terjadi esok, keep a faith bukan sekedar meyakini ketika Anda masih memiliki pilihan lain, bukan sekedar yakin ketika Anda masih bisa melihat bahwa semua hal bergerak di sekitar Anda. Bukan.
Tapi keep a faith yang sebenarnya—dari apa yang saya pahami
dari pengalaman saya , adalah—menerima dan percaya sepenuhnya pada jalan dan
takdir Tuhan sekalipun kita tak tahu bagaimana semua akan berakhir, sekalipun
semua yang berada di sekitar Anda terasa berhenti berputar, sekalipun Anda tak
tahu lagi apa yang bisa anda lakukan (rasanya seperti tak ada pilihan yang
tersisa dan apa yang Anda lakukan tak menghasilkan progress apapun). It’s like the real unknown.
Dalam kondisi tersebut, makna “keep a faith” lebih bisa Anda rasakan.
Yang perlu dimengerti dari ikhlas dan melepaskan
Untuk saat ini belajar
memahami dan terhubung dengan diri sendiri, serta yakin pada jalan Tuhan adalah hal yang bisa saya lakukan ketika saya harus
belajar ikhlas dan melepaskan. Meyakini bahwa banyak hal yang bekerja di balik
layar, sekalipun tak bisa saya lihat sekarang. Saya hanya perlu memahami apa
yang bisa saya kendalikan dan tidak, serta mengerti apa yang sebenarnya diri
saya inginkan. Saya berpendapat, hidup tak akan pernah adil bila kita hanya
melihat dari sudut pandang kita sebagai manusia, penglihatan dan pengetahuan
kita terbatas, namun rencana dan jalan Tuhan sangat luas. Jadi keep going untuk teman-teman yang sedang
belajar untuk ikhlas dan melepaskan, ga akan ada yang mengatakan semua ini
mudah, but its worth to try.
Listen to your heart,
release, and keep a faith.
That’s all I could
give to you right now. Karena saya pun masih dalam proses pembelajaran dan
masih perlu banyak refleksi dan perbaikan. Jika ada tips dan masukan lain yang
ingin kalian berikan, kindly use comment
section below.
Terimakasih telah membaca,
With Love
Fatihatun Puti Sabrina
1 komentar:
komentarTulisan mba sangat relate dgn keadaan saya skrg. sudah hampir 2 tahun ini saya dalam proses let go yg memang ternyata sangat berat. seakan ini adalah PR terbesar selama hidup sy yg sudah berpuluh tahun bernafas di dunia ini. tapi sy akan tetap mencoba segala cara meskipun banyak cara yg masih belum mampu membuat saya benar2 ikhlas melepaskan. dan 1 hal jika boleh saya tambahkan, WAKTU juga berperan penting disini karena WAKTU sangat menguji KESABARAN kita dalam proses ini.
Replykadang pikiran pengen cepet2, tapi hati berkata lain lagi seakan meminta saya untuk bersabar dalam proses ikhlas ini.
terima kasih mba tulisannya, semoga kita bisa sama2 menyelesaikan PR PR kita di kehidupan ini supaya jiwa kita bisa bertumbuh dan siap untuk tahap atau tugas selanjutnya.